How thankful we are to Allah

How thankful we are to Allah? 


Terkadang kita belum bisa mensyukuri nikmat yang Allah kasih. Kita masih saja merasa kurang dengn sesuatu yang sudah kita dapat, bahkan kita merasa bahwa nikmat yang kita dapat tak sebanding dengan nikmat yang orang lain rasakan. Sehingga terkadang kita memaksa Allah untuk memberikan nikmat yang sama dengan nikmat orang tersebut. Kita memaksa diri untuk menjadi seperti orang tersebut. Maka disini seharusnya kita banyak muhasabah. Allah memberikan nikmat dan rezeki pada hambanya sesuai dengan porsinya masing-masing.

Betapa banyak di luar sana orang yang tidak mendapatkan nikmat seperti yang kita rasakan saat ini. Di luar sana banyak yang sedang kelaparan, tak punya tempat tinggal, mereka sibuk memikirkan apa yang bisa dimakan harii ini dan akan dimana ia tidur nanti. Banyak juga di luar sana yang tidak diberi nikmat melihat, nikmat mendengar, dan nikmat berbicara. Mereka merasakan kesulitan dalam banyak hal. Banyak juga di luar sana yang tak diberi nikmat menuntut ilmu. Tak bisa menempuh pendidikan, atau putus sekolah di tengah jalan karena tak ada biaya.

Sementara semua itu bisa kita rasakan saat ini. Kita masih bisa makan nasi dengan lauk yang enak ditemani dengan secangkir teh dingin atau kopi. Kemudian kita masih bisa berbaring ria di tempat tidur yang empuk, nyaman dengan AC yang 24 jam yang siap menemani. Kemudian kita juga masih bisa menikmati pemandangan langit malam dihiasi bintang-bintang, diiringi dengan lantunan lagu indah yang menjadikan malam kita sangat berkesan. Dan juga kita masih bisa menikamati nikmatnya menuntut ilmu, sekolah sampai ke jenjang sarjana, serta bisa belajar dengan para ulama-ulama yang luar biasa.

Sungguh syukur kita dimana?

Jika kita masih belum bisa merasakan kesyukuran atas nikmat itu, belum bisa menempatkan dengan baik nikmat itu, maka kehinaanlah yang kita dapat. Bukankah Allah katakan “Jika kamu bersyukur atas nikmat-Ku maka akan Aku tambah, namun jika kamu kufur, maka ingatlah adzab-Ku amatalah pedih”.

Maka dari itu, ketika semua nikmat itu tidak bisa kita syukuri dengan menempatkannya kepada hal yang baik, tak akan ada sesuatu yang akan kita dapat selain siksaan Allah yang amat pedih.

Mengapa Allah membedakan porsi nikmat-Nya kepada hamaba-hamba-NYa?

Bukan berarti Allah tidak adil kepada mereka.

 “Allah Maha Mengetahui dan kamu tidak mengetahui”. QS. Al-Baqarah: 216

“Allah tidak membebani seseorang itu kecuali batas kemampuannya”. QS. Al-Baqarah: 286

Disinilah Allah menguji keimanan kita. Keimanan terus Allah uji dengan musibah, ujian, maupun nikmat. Mengapa Allah menjadikan di antara kita perbedaan?. Tak lain adalah untuk menguji keimanan setiap hamba-Nya. Misalnya saat kondisi wabah seperti ini, ketika banyak dijumpai misalnya  para pengangguran, peminta2, mereka yang terdampak Covid, para ayah yang kesulitan memenuhi kebutuhan keluarganya, dan sebagainya. Apakah hati kita terketuk untuk membantu saudara kita atau sekedar menyaksikan, diam dan tak peduli.

Bukankah Nabi mengatakan,
“Tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhari)

Saatnya kita harus pintar membaca. Maksud membaca disini bukanlah membaca buku. Tetapi pintar membaca kondisi saudara kita dan lingkungan kita. Kita diciptakan tidak hidup sendiri, melainkan ada saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Allah menjadikan seorang itu miskin, karena Ia menjadikan ada orang kaya yang akan membantunya. Allah menjadikan seorang itu sakit, dan pasti menjadikan pula ada orang sehat yang akan membantu penyembuhannya. Sudah menjadi ketetapan Allah bahwa segala sesuatu yang Ia ciptakan itu berpasang-pasangan.

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (QS. Adz-zariyat : 49)

Dan pada akhirnya..
Hanya keimananlah yang menentukan itu semua
Dimanakah keimanan kita?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi SEMBUHLAH INDONESIAKU DAN BUMIKU

Puisi NIKMATI PROSESNYA